Pohon matoa
memiliki tinggi ± 5 m. Sistem perakaran pohon ini yaitu akar tunggang dengan
warna coklat. Batangnya bulat, tumbuh tegak, warna kulit batang putih kotor,
permukaan kasar, percabangan simpodial, arah cabang miring hingga datar,
bercabang banyak sehingga membentuk pohon yang rindang, diameter batang ±10 cm.
Matoa berdaun majemuk, tersusun berseling 4-12 pasang anak daun. Saat muda
daunnya berwarna merah cerah, setelah dewasa menjadi hijau, bentuk jorong,
panjang 30-40 cm, lebar 8-15 cm. Helaian daun tebal dan kaku, ujung meruncing (acuminatus), pangkal tumpul (obtusus), tepi rata. Pertulangan daun
menyirip (pinnate) dengan permukaan
atas dan bawah halus, berlekuk pada bagian pertulangan.
Bunga matoa termasuk
bunga majemuk berbentuk corong dan terdapat di ujung batang. Tangkai bunga
bulat, pendek berwarna hijau, dengan kelopak berambut hijau. Benang sari
pendek, jumlahnya banyak berwarna putih. Putik bertangkai dengan pangkal
membulat juga berwarna putih dengan mahkota terdiri 3-4 helai berbentuk pita
berwarna kuning. Buah bulat atau lonjong sepanjang 5-6 cm, kulit buah berwarna
hijau, merah atau kuning (tergantung varietas). Daging buah lembek, berwarna
putih kekuningan. Bentuk biji bulat, berwarna coklat muda sampai hitam
(Islamiyah, 2019).
Pohon matoa memiliki
banyak manfaat mulai dari akar, daun,
kulit batang, kulit buah, dan buahnya. Daun matoa dapat digunakan sebagai obat
demam, disentri, sakit kulit, bengkak akibat keseleo dan untuk menghitamkan
rambut. Kulit pohon digunakan sebagai tuba ikan dan mengobati luka. Akarnya
berkhasiat sebagai obat beri-beri. Sedangkan,
kulit buah matoa dimanfaatkan sebagai obat luka bernanah. Kayunya cukup kuat
untuk tiang bangunan, lantai, kusen, dan perahu. Sedangkan influenza dan nyeri
tulang sendi diobati dengan cairan yang diperas dari kulit kayu bagian dalam. Pada
penelitian sebelumnya juga telah ditemukan aktifitas anti HIV-1 pada ekstrak
etanol daun matoa (Wardana, 2017).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar